Sejarah TOFI 2004

IPhO XXXV Korea 2004
Tahun 2004, Olimpiade Fisika Asia diadakan di Vietnam. Untuk mempersiapkan siswa ini, di samping para pelatih seperti Dr. Rahmat Widodo, Edy Gunanto, dan para alumnus TOFI, kami juga meminta bantuan dari UI, ITB, dan Unpar (khususnya Pak Janto Sulungbudi). Kemampuan Pak Janto, terutama dalam eksperimen, sangat diperlukan untuk memperkuat tim kita. Seperti biasa, para siswa di-training selama lebih dari enam bulan. Salah satu pesertanya adalah Yudistira, yang pernah ikut bertanding di tahun 2003. Pengalamannya diharapkan mampu memotivasi teman-temannya untuk meraih prestasi terbaiknya.
Kami berangkat ke Vietnam dengan optimisme yang tinggi. Hasil di Thailand pada tahun 2003 ternyata membuat kita terlalu percaya diri. Saat menerjemahkan soal, kami membawa beberapa asisten dan percaya bahwa mereka mampu menerjemahkan soal-soal ini dengan baik. Kesalahan terbesar kami kali ini adalah tidak memeriksa ulang secara teliti hasil terjemahan. Saat itu kami yakin siswa akan mengerti soal-soal yang diberikan. Sampai tes diberikan ternyata ada beberapa bagian dari terjemahan yang tidak terlalu jelas. Akibatnya, seluruh anggota tim kita melakukan kesalahan besar. Padahal untuk mendapatkan medali emas, tingkat kesalahan harus seminimal mungkin. Tim Indonesia gagal total. Perunggu pun tidak didapat. Suatu hasil yang sangat mengecewakan dan menyedihkan….
Tim kembali ke Indonesia tanpa hasil. Beberapa anggota tim menangis. Kami sedih sekali. Kebanggaan tahun sebelumnya di Thailand sebagai Juara Asia, hilang, sirna…. Kami merasa tidak berguna. Kami benar-benar malu… malu kepada diri sendiri, malu kepada Depdiknas, malu karena tidak bisa mengangkat nama negara kita. Perasaan malu dan sedih ini berkecamuk sepanjang perjalanan pulang ke Indonesia.
Di saat sedih itu, tiba-tiba kami diingatkan bahwa kita telah menargetkan setiap tahun mendapat emas dan tahun 2006 menjadi juara dunia Olimpiade Fisika Internasional. Mestakung terjadi! Semangat kembali berkobar. Kami menghibur anggota tim dan sepakat untuk bangkit di Olimpiade Fisika Internasional XXXIV di Korea yang akan berlangsung dua bulan lagi.
Setibanya di Karawaci, semua anggota tim belajar di kantor saya. Kami menganalisis kekurangan-kekurangan atau bagian-bagian yang terlewat dari pelatihan sebelumnya. Kami mencoba menutupinya. Para siswa ini sebenarnya sudah mampu belajar sendiri. Yang diperlukan adalah motivasi dan dorongan agar mereka terus bertahan belajar dan mempersiapkan diri dengan sepenuh hati.
Pengalaman pahit di Vietnam benar-benar menjadi pelajaran di Korea. Ketika menerjemahkan soal di Korea Proses penerjemahan soal, kami lakukan sangat teliti dan hati-hati. Kami mengajak alumni TOFI 1997, Hendra, untuk menjadi observer dan ikut memeriksa hasil terjemahan. Hendra juga kami minta untuk melakukan simulasi dengan mengerjakan soal-soal yang sudah diterjemahkan itu. Simulasi ini penting sekali untuk mengetahui apakah ada bagian yang hilang dalam terjemahan itu.
Hasilnya, kita bisa bernafas lega lagi…. Indonesia meraih medali emas atas nama Yudistira Virgus dari SMA Xaverius Palembang. Sekarang Yudistira, walaupun berkesempatan kuliah di luar negeri, lebih memilih kuliah di Jurusan Fisika ITB dulu sambil membantu melatih TOFI.
Tim Olimpiade Fisika Indonesia meraih Medali Emas 2004 (PRESS RELEASE 2004)
Untuk kesekian kalinya Tim Indonesia berhasil membawa harum nama bangsa di dunia Internasional melalui Olimpiade Fisika Internasional. Dalam pertandingan Fisika tingkat dunia ke 35 di Pohang, Korea Tim Indonesia berhasil meraih peringkat 5 dunia (dari 73 negara) dengan merebut 1 medali emas, 1 medali perak, 2 medali perunggu dan 1 honorable mention. Yudistira Virgus (SMU Xaverius I Palembang) sang peraih emas menempatkan diri pada posisi ke 6 dari 332 peserta, lebih tinggi dari peserta Rusia, AS, Polandia, Israel, Belanda, Jerman, Inggris, India dll. Ini hasil yang sangat luar biasa, menunjukkan bahwa otak kita tidak kalah dengan otak-otak dari berbagai negara lainnya.
Indonesia telah mengikuti Olimpiade Fisika sejak tahun 1993. Dimulai dengan hanya mendapat 1 medali perunggu (1993), meningkat menjadi perak (1995) dan akhirnya mampu meraih emas pertama pada tahun 1999 (atas nama I Made Agus Wirawan). Setelah itu hampir setiap tahun Indonesia meraih emas dan menempatkan diri pada posisi 10 besar dunia. Pada tahun 2002 kita merebut 3 medali emas. Sasaran kita adalah mulai tahun 2006 kita menjadi juara dunia.
Pejuang Pahlawan Bangsa 2004:
1. Yudistira Virgus SMU Xaverius 1 Palembang – emas/IPhO
2. Edbert Jarvis Sie, SMUK 1 BPK Penabur Jakarta – perak/IPhO
3. Ardiansyah, SMU Plus Riau – perunggu/IPhO + HM/APhO
4. Andika Putra, SMU Sutomo Medan – Perunggu/IPhO
5. Ali Sucipto, SMU Xaverius 1 Palembang – HM/IPhO + HM/APhO
6. Digjaya Nugraha Putra, SMUN 8 Jakarta
7. Endrawantan, SMUN Plus Riau
8. FIdelis Adhika Pradipta SMUN Gembala Baik Pontianak
9. Purnawirman SMUN 1 Pekanbaru
10. Thomas Alfa Edison SMUN 3 Bandung
11. Yane O Ansanay SMUN 5 Jayapura
12. Yongky Utama SMU Dian Harapan Tangerang
13. Zakaria Viktor Kareth SMUN 3 Jayapura
Sie Doc