Show More
Menu
Image
Prof. Yohanes Surya, Ph.D.

APhOIJSOIPhOKelas SuperTOFIWoPhO

Sejarah TOFI 2002

December 30, 2022
By Admin
0 Comments
Post Image

Dua bulan seusai Olimpiade Fisika Asia APhO tahun 2000, akan diadakan Olimpiade Fisika Internasional ke-31 di Inggris. Kami baru menyadari bahwa kami tidak terlalu siap menghadapi Olimpiade Fisika Internasional ini. Energi kami sudah habis untuk penyelenggaraan Olimpiade Fisika Asia pertama. Akibatnya, dalam Olimpiade Fisika Internasional XXXI, di Leicester, Inggris, tim TOFI hanya meraih 4 medali perunggu. Padahal tahun sebelumnya kami baru saja mendapatkan medali emas pertama.

Hasil perunggu merupakan pil pahit yang harus kami telan. Dan itu adalah risiko karena kami shifting focus (mengubah fokus), dari prestasi olimpiade menjadi penyelenggara olimpiade. Kita memang berhasil dalam penyelenggaraan Olimpiade Fisika Asia, namun gagal berprestasi di Olimpiade Fisika Internasional.

Tahun 2002, Indonesia kembali ditawarkan menjadi tuan rumah Olimpiade Fisika Internasional ke-33. Belajar dari pengalaman, kami memilih untuk fokus membina tim Indonesia agar berprestasi baik. Proses penyelenggaraan, mulai dari penggalangan dana, pembuatan soal, dan pemilihan juri ditangani oleh Institut Teknologi Bandung (ITB) yang bekerja sama dengan Departemen Pendidikan Nasional.

Jack Canfield dan Mark Victor Hansen menulis seri buku Chicken Soup for the Soul yang sangat terkenal itu. Mereka menetapkan untuk fokus pada penulisan buku seri ini saja dan menentukan sasaran-sasaran dengan jelas. Menurut mereka, fokus akan membuat mereka lebih tajam dalam menentukan sasaran. Sinar matahari tidak bisa membakar kertas, tapi kalau sinar ini difokuskan lewat sebuah kaca pembesar, sinar ini mampu membakar tidak hanya kertas tetapi bahkan daging pun akan matang terbakar. Menurut Jack dan Mark, akibat dari fokus ini, tahun pertama penjualan buku mereka mencapai 135 ribu eksemplar dan tahun kedua melonjak menjadi 1, 35 juta eksemplar. Di tahun kelima total penjualan mencapai 13,8 juta eksemplar. Luar biasa!

Salah satu rahasia sukses dari perusahaan besar General Electric adalah fokus pada inovasi-inovasi baru. Fokus inilah yang menjadikan produk-produk GE mampu berkompetisi dan memberikan hasil yang maksimal bagi perusahaan.

Kami merasa sangat bahagia dengan fokus yang kami pilih sebagai pembina bukan sebagai penyelenggara.. Kami menargetkan tiga medali emas dari IPhO XXXIII ini. Dengan hanya berfokus pada pembinaan, pekerjaan kami lebih tenang dan dapat lebih serius menangani tim fisika Indonesia.

Dalam persiapan mencapai target tiga emas ini, mestakung kembali terjadi. Seleksi yang dilakukan oleh Departemen Pendidikan Nasional, mulai dari tingkat kabupaten, provinsi hingga nasional, mampu menyaring lima siswa berbakat yang antara lain: Peter Sahanggamu (SMAN 78 Jakarta), Widagdo Setiawan (SMAN 1 Denpasar), Evelyn Mintarno (SMAK BPK Penabur I Jakarta), Christopher Hendriks (SPH Karawaci), dan Fadjar Ardian (MAN Insan Cendekia, Tangerang).

Widagdo Setiawan anak yang sangat kreatif. Saat ini setelah lulus S1 dari MIT, dia kuliah di Harvard untuk program Master/Ph.D-nya. Ia berhasil mendapatkan beberapa penghargaan serta menjadi asisten peraih Nobel Fisika 2001, Wolfgang Ketterle. Di MIT, siswa-siswa Indonesia, Widagdo, Peter Sahanggamu, dan Rezy Pradipta (peraih medali emas APhO ke-2 di Taiwan), pernah mewakili MIT dalam perlombaan fisika antar universitas top di Amerika Serikat dan Jerman. Tujuh universitas berpartisipasi dalam BAUPC (Boston Area Undergraduate Physics Competition), antara lain Harvard University, MIT, Berkeley University, Caltech, Stanford University, dan Princeton University, serta Universiteit Bremen dari Jerman. Hasilnya sangat menggembirakan. MIT menjadi juara umum dan kontribusi nilai dari siswa-siswa kita cukup besar untuk memberikan skor tinggi bagi MIT.

Peter Sahanggamu adalah orang yang sangat rajin dan tekun. Kemampuan fisika teorinya sangat kuat, namun memiliki sedikit kekurangan di eksperimen. Sekarang dia kuliah di MIT dan semua nilainya A. Sedangkan Evelyn gadis yang pintar juga rajin. Sekarang sedang kuliah S2 di Stanford University. Ketika menjalani S1-nya di Stanford University, Evelyn mendapat beberapa penghargaan dan sempat menjadi asisten peraih Nobel Fisika 1996, Douglas Osheroff. Fajar Ardian memiliki pribadi yang sangat ngotot, dan karenanya dia berhasil lulus dengan nilai yang sangat baik dari Nanyang Technological University (NTU) Singapore. Kini, Fajar sedang mengambil program S3 di NTU. Christopher Hendriks berasal dari Ambon, saat terjadi kerusuhan di Ambon, keluarganya pindah ke Karawaci dan dia mendapat beasiswa sekolah di SPH. Sekarang sedang mengambil program Fisika di UPH.

*

Mestakung berikutnya adalah tempat dan fasilitas pelatihan. Depdiknas kali ini menyewakan sebuah ruko (rumah toko) yang cukup baik untuk pelatihan. Depdiknas juga menyediakan berbagai alat eksperimen yang kami butuhkan.

Dengan segala mestakung yang terjadi itu, para siswa dapat belajar dan berlatih keras dengan tenang. Mereka anak-anak yang pintar sehingga tidak terlalu sulit bagi mereka untuk menguasai bahan-bahan yang diberikan walaupun levelnya kadang-kadang  mencapai level S2 Fisika.

Sebelum mereka diterjunkan dalam Olimpiade Fisika Internasional, terlebih dahulu mereka diterjunkan dalam Olimpiade Fisika Asia ke-3 di Singapura. Di Singapura, hanya Peter Sahanggamu yang mendapat emas, sedangkan yang lainnya meraih perunggu. Peter juga dianugerahi penghargaan The Best Theoretical Result.

Sepulang dari Singapura, para siswa dipoles kembali. Target tiga emas membakar semangat kami semua untuk segera bertanding di Olimpiade Fisika Internasional yang diselenggarakan di Bali. Singkat cerita ketika hasil dibagikan, Widagdo dan Peter mendapat nilai sekitar 40 poin. Fajar mendapat 36 poin. Sedangkan Evelyn dan Christopher di bawah itu. Dengan hasil itu, bila dengan aturan  lama, berarti kita hanya mampu mendapat satu atau dua emas. Tetapi Mestakung terjadi.

Olimpiade Fisika membuat aturan baru tahun lalu dan diberlakukan tahun 2002. Aturannya, batas bawah emas ditentukan dari 6 % siswa teratas, sedangkan perak 12 % berikutnya, lalu perunggu 18 % berikutnya lagi. Berdasarkan aturan itu berarti 6 % peserta atau 18 orang berhak mendapat medali emas. Dan dari 18 orang itu, berada di peringkat ke-18 adalah Fajar Ardian dengan 36 poin. Amazing! Target tiga emas tercapai!

Pejuang Pahlawan Bangsa 2002:

1.     Peter Sahanggamu, SMAN 78 Jakarta – emas/IPhO + emas/APhO

2.     Widagdo Setiawan, SMAN 1 Denpasar – emas/IPhO + Perunggu/APhO

3.     Fadjar Ardian, MAN Insan Cendekia, Tangerang – emas/IPhO + Perunggu/APhO

4.     Evelyn Mintarno, SMAK BPK Penabur I Jakarta- perunggu/IPhO + Perunggu/APhO

5.     Christopher Hendriks, SPH Karawaci – perak/IPhO  + Perunggu/APhO

6.     Rangga Perdana Budoyo, SMU Taruna Nusantara Magelang – Perunggu/APhO

7.     Bernard Ricardo Wijaya SMU Regina Pacis Bogor

8.     Fachrian Adi Nugraha SMUN 78 Jakarta

Sie Doc