Sejarah TOFI 2001

AphO 2001 Taiwan 2001
Perjuangan siswa-siswa Indonesia di Olimpiade Fisika Asia ke-2 patut diacungi jempol. Dengan semangat yang tinggi siswa kita berhasil mengerjakan soal-soal fisika setingkat S1/S2 di Olimpiade Fisika yang sangat bergengsi ini. Rezy Pradipta disamping merebut 1 medali emas, juga merebut hadiah penghargaan untuk penyelesaiaan soal fisika teori yang paling kreatif. Penyelesaian Rezy ini berhasil membuktikan hasil yang diperoleh J. Keppler beberapa ratus tahun yang lalu. Suatu hasil yang luar biasa sekali!
Olimpiade Fisika Asia kedua dibuka pada tanggal 23 April 2001 oleh Fisikawan yang mendapat nobel dalam bidang kimia Prof. Lee Yuan Tseh (Taiwan). Olimpiade yang sangat bergengsi ini juga dihadiri oleh Presiden Taiwan Chen Shui Bian yang memberikan kata sambutan untuk memberi semangat pada para peserta. Dalam upacara Presiden Taiwan menekankan akan pentingnya kebersamaan dalam masyarakat fisika di Asia.
Perlombaan fisika tingkat SMU ini diikuti oleh 81 peserta (12 negara antara lain: Indonesia, Taiwan, Vietnam, Australia, Israel, Singapura, Malaysia. Thailand, Jordania, Mongolia, India dan Kazakhtan. Jepang dan Qatar hanya hadir sebagai pengamat.
Perlombaan Fisika Teori yang berlangsung selama 5 jam ini, mencakup materi mekanika, elektromagnetik dan fisika zat padat. Soal detilnya dapat di upload dari www.apho.org. Sedangkan soal eksperimen adalah mengenai sifat dari sel surya, juga berlangsung dalam waktu 5 jam.
Dalam perlombaan ini Indonesia meraih 1 medali emas (Rezy Pradipta – SMU Taruna Nusantara Magelang), 1 perak (Frederick Petrus – SMU Sutomo 1 Medan), 1 perunggu (Abrar Yusra SMU Modal bangsa Aceh) dan 3 honorable mention (Agustinus P. Sahanggamu – SMUN 78 Jakarta, Christopher Hendriks – SMU Pelita Harapan Karawaci, dan Rizki M. Ridwan – SMUN 5 Bandung). Dua siswa Indonesia lainnya (I Made Riko – SMUN 4 Denpasar) dan Kresna Chandra W (SMU Taruna Nusantara Magelang) tidak mendapat penghargaan.
Peringkat pertama diraih oleh Tim tuan rumah Taiwan dengan 4 emas disusul oleh Vietnam, Indonesia dan Australia masing-masing dengan 1 emas.
Disamping 7 medali emas, 5 perak, 11 perunggu, dan 16 honorable mention yang diberikan, juga ada 6 hadiah khusus masing-masing:
1. Hasil teori terbaik: Chei Wei Yin (Taiwan)
2. Hasil eksperimen terbaik: Tsai Hsin Yu (Taiwan) – Perempuan
3. Jawaban paling kreatif untuk eksperimen: Bui Lena (Vietnam) – Perempuan
4. Jawaban paling kreatif untuk teori: Rezy Pradipta (Indonesia)
5. Peserta wanita terbaik (juga sebagai absolute winner): Tsai Hsin Yu
Emas diperoleh jika peserta meraih 90% dari nilai rata-rata 3 nilai tertinggi, perak 78% , perunggu 65 % dan Honorable mention 50 %.
Hasil yang dicapai Indonesia dalam olimpiade kali ini lebih baik dari hasil tahun lalu yang diadakan di Indonesia. Dalam olimpiade Asia pertama kita meraih 1 perak, 1 perunggu dan 2 honorable mention.
Pulang dari Olimpiade Fisika Asia ini peserta akan tinggal di Apartemen Matahari Kamar 2903 Lippo Karawaci (seberang Universitas Pelita Harapan, Karawaci, Tangerang) untuk dipersiapkan lagi menghadapi olimpiade fisika dunia bulan Juli 2001 mendatang.
IphO XXXII Turki 2001
Ditengah-tengah situasi politik Indonesia yang tidak menentu ini, putra-putra Indonesia berhasil mengharumkan nama Indonesia dalam Olimpiade Fisika Internasional (OFI) ke 32 di Antalya, Turki 28 Juni – 6 Juli 2001 dengan merebut 2 medali perak dan 3 medali perunggu.
Olimpiade Fisika Internasional adalah pertandingan fisika antar pelajar terbaik SMU seluruh dunia. Dalam pertandingan ini para peserta diberikan 3 soal fisika teori dan 1 soal fisika eksperimen yang harus diselesaikan masing-masing dalam waktu 5 jam.
Di OFI ke 32 ini untuk soal eksperimen, peserta diminta menghitung percepatan gravitasi bumi dan indeks bias cairan dengan memanfaatkan cairan yang berputar. Dalam menentukan indeks bias cairan, peserta boleh menggunakan metode difraksi.
Untuk soal teori, soal pertama dibagi 4 bagian: menganalisa kerja Klystron (suatu alat untuk meningkatkan tegangan), membandingkan diameter molekul cairan dan uap air, menganalisa bentuk gelombang dalam rangkaian listrik kompleks, dan menentukan ketidak pastian diameter molekul yang keluar dari suatu kotak berisi gas.
Soal kedua tentang bintang ganda. Disini peserta diminta untuk menghitung posisi bintang ganda dan menghitung jarak terdekat orbit bintang kecil ketika melontarkan materi ke pusat bintang besar.
Sedangkan soal ketiga adalah mengenai generator magnetohidrodinamika. Disini peserta menghitung gaya hambat magnetik akibat gerakan air raksa dalam suatu tabung yang diberi medan magnetik. Juga peserta diminta untuk menghitung perbedaan fase dari cahaya yang merambat pada cairan yang bergerak ini dibandingkan pada cairan yang diam.
Dalam OFI yang diikuti oleh 68 negara ini, Indonesia merebut posisi ke 12 dengan 2 perak dan 3 perunggu. 35 negara tidak mendapat medali apa-apa. Posisi pertama diraih oleh China dengan 4 emas 1 perak, disusul Rusia dengan 3 emas 2 perak. Emas diberikan oleh mereka yang mendapat minimum 42 poin, perak 36 poin dan perunggu 30 poin. Nilai tertinggi diraih oleh Daniyar Nurgaliev dari Rusia dengan 47,55 poin. Peserta-peserta Indonesia berturut-turut meraih: 40,5 poin (Rezy Pradipta – SMU Taruna Nusantara Magelang); 38,4 Frederick Petrus (SMU Sutomo I Medan); 35,0 Anthony Iman (SMU Pelita Harapan Karawaci, Tangerang); 33,0 Imam Makhfuds (SMUN 5 Surabaya) dan 31,5 Rizki Muhammad Ridwan (SMUN 5 Bandung).
Hasil yang diperoleh Indonesia ini lebih baik dari hasil yang diperoleh OFI 31 tahun 2000 di Leicester dimana kita meraih 4 perunggu dan 1 honorable mention.
Keberhasilan ini tidak lepas dari dukungan penuh yang diberikan oleh pemerintah melalui Depdiknas dan bantuan para sponsor seperti CAR Insurance, Lippo Group, AAA Securities dan Mc. Kinsey.
Dalam sambutannya kemarin sore (senin 9 Juli 2001) mendiknas merasa bangga dengan hasil yang dicapai siswa-siswa kita ini. Beliau mengharapkan pelajar-pelajar lain diseluruh Indonesia dapat mengikuti jejak para siswa ini dan mengharapkan agar para siswa ini belajar lebih keras untuk terus mengharumkan nama Indonesia dalam berbagai kesempatan.
Cerita menarik dibalik keberhasilan siswa-siswa kita diatas.
Berbeda dengan olimpiade olah raga, dalam olimpiade fisika, peraih medali ditentukan dari tiga nilai tertinggi yang diperoleh peserta terbaik. Peserta mendapat emas jika memperoleh nilai 90% dari rata-rata 3 nilai teratas, Perak 78 % dan perunggu 65 %.
Proses penilaian berlangsung sebagai berikut: mula-mula juri memberi nilai. Jika penilaian ini dirasakan tidak adil, atau juri salah melakukan penilaian (mungkin terlalu capai sehingga salah menilai) maka para pimpinan tim berhak memprotes dalam satu sesi khusus yang dinamakan moderasi. Biasanya disini terjadi negosiasi nilai. Pimpinan tim yang mampu memberikan argumen kuat dan mampu menunjukkan kesalahan juri, dapat memperbaiki nilai siswa-siswanya.
Dalam moderasi eksperimen kita mampu menaikkan nilai siswa-siswa kita sebanyak 1-2 poin. Saat hendak moderasi teori kami mendapat kabar bahwa tim China (tim yang selalu dijadikan standar) hanya meraih nilai maksimal sekitar 43 poin dan menurut pimpinan tim China mereka tidak mungkin naik banyak, paling-paling 1-2 poin. Kami coba perkirakan 3 nilai rata-rata tertinggi adalah sekitar 44 poin dari maksimum 50 poin. Berarti untuk emas dibutuhkan 39 poin, perak 35 poin dan perunggu 28 poin.
Saat itu posisi siswa kita Rezy 35,55; Frederick 36,6; Anthoni 34,9; Imam 33 dan Rizki 31,5. Imam dan Rizki tidak mungkin dinaikkan ke nilai 35 karena hasil penilaian juri sudah cukup baik dan mereka sudah aman pada posisi perunggu. Pada moderasi teori 1 kami berhasil menaikkan Anthoni 0,1 poin. Dengan posisi ini berarti kita sudah dapat 3 perak dan 2 perunggu. Perak Anthoni aman sampai nilai rata-rata tertingginya 46,0 yang menurut perkiraan kami saat itu sulit dicapai oleh peserta manapun.
Perhatian kemudian kami fokuskan ke Rezy dan Frederick. Pada moderasi teori 3 kami hanya bisa mem”push” Frederick sampai 38,4. Rezy bisa mendapat tambahan 0,95 berarti nilai Rezy sekarang 36,5. Pada moderasi teori 2 kami melihat bahwa juri melakukan kesalahan penilaian, sehingga ada celah bahwa nilai Rezy bisa naik. Kami berusaha keras meyakinkan para juri. Setelah berdebat sekitar 30 menit akhirnya kami berhasil tembus hingga 40,5 poin.
Saat keluar dari moderasi kami cukup senang karena kemungkinan dapat emas besar. Tiba diluar kami bertemu dengan pimpinan lain. Pimpinan Iran mengatakan bahwa satu siswa mereka berhasil menyodok dengan 46,55. Kami mulai was-was. Terlebih ketika mendengar bahwa satu siswa Rusia berhasil menyodok dengan nilai lebih tinggi lagi 47,55 poin. Akhirnya setelah satu siswa Belarus berhasil tembus 46,2, lemaslah harapan kami. Ini berarti rata-rata 3 nilai tertinggi menjadi 46,85 dan batas emas 42, perak 36 serta perunggu 30. Melayanglah 1 emas dan 1 perak kita.
Pejuang Pahlawan Bangsa 2001:
1. Rezy Pradipta, SMU Taruna Nusantara Magelang – Perak/IPhO + Emas/APhO
2. Frederick Petrus, SMU Sutomo I Medan – Perak/IPhO + perak/APhO
3. Anthony Iman, SMU Pelita Harapan Karawaci, Tangerang – Perunggu/IPhO
4. Imam Makhfuds, SMUN 5 Surabaya – Perunggu/IPhO
5. Rizki Muhammad Ridwan, SMUN 5 Bandung – Perunggu/IPhO + HM/APhO
6. Abrar Yusra SMUN 2 Modal Bangsa Aceh – Perunggu/APhO
7. Agustinus Peter Sahanggamu – HM/APhO
8. Christopher Hendriks SMU Pelita Harapan – HM/APhO
9. I Made Riko SMUN 4 Denpasar
10. KResna Chandra Widadi – SMU Taruna Nusantara Magelang
Sie Doc