Sejarah TOFI 1993

1993 awalnya
Tahun 1992, saya dan Agus Ananda adalah mahasiswa tingkat doktoral di Physics Department College of William and Mary, Virginia, Amerika Serikat. College of William and Mary merupakan universitas tertua kedua di Amerika Serikat setelah Harvard University. Walaupun sekarang merupakan sebuah universitas, karena alasan sejarah, William and Mary tetap memakai nama college. Jumlah mahasiswa di College of William and Mary waktu itu sekitar 7000 orang, hampir separuh penduduk Williamsburg, kota kecil tempat universitas ini berdiri.
Williamsburg sendiri adalah sebuah kota tua yang sangat bersejarah. Di sini terdapat sebuah tempat yang disebut Colonial Williamsburg, letaknya tepat di depan universitas. Di musim panas tempat ini menjadi pusat perhatian puluhan ribu turis. Di sekitar Williamsburg terdapat banyak tempat wisata yang menarik seperti Busch Garden (semacam disneyland mini) dengan Lochness Roller coaster-nya yang terkenal sangat menakutkan. Kemudian, tidak jauh dari Williamsburg terdapat pusat antariksa Amerika (NASA). Dekat Williamsburg juga ada kota tua Jamestown, tempat orang Inggris pertama kali membentuk koloni di benua Amerika, ada Richmond yang merupakan ibu kota Virginia dan ada Virginia beach yang sangat terkenal serta banyak lagi tempat wisata menarik lainnya.
Lokasi yang menarik ditambah jurusan fisika yang cukup bagus tempat sederetan fisikawan top seperti J. Dirk Walecka tokoh fisika nuklir, Nathan Isgur (alm.) tokoh fisika partikel, Franz Gross tokoh fisika nuklir, John Delos tokoh fisika atom, Carl Carson, Hans Von Baeyer, dan masih banyak lagi, menjadikan College of William and Mary terpilih sebagai tempat terselenggaranya Olimpiade Fisika Internasional ke-24, mengalahkan MIT (Massachussetts Institute of Technology) yang juga menyatakan kesediaannya menjadi tuan rumah.
Pada bulan September 1992, kami melihat pengumuman akan diadakannya Olimpiade Fisika di College of William and Mary Williamsburg tersebut. Kami tertarik untuk membawa siswa-siswa Indonesia ikut bertanding dalam Olimpiade Fisika yang sangat bergengsi ini.
Kami segera mengontak Universitas Indonesia untuk memilih lima siswa terbaik. Namun, ada dua permasalahan besar yang harus kami hadapi yaitu: izin untuk ikut olimpiade dan dana. Dana diperlukan untuk pelatihan dan biaya keberangkatan para peserta Indonesia ke Amerika Serikat.
Dalam Olimpiade Fisika Internasional (International Physics Olympiad atau IPhO), suatu negara dapat berpartisipasi jika negara itu pernah menjadi observer (pengamat) minimal 2 kali atau negara yang menjadi tuan rumah bersedia mengundangnya secara khusus. Untuk mendapatkan izin ini, kami menghadap Prof. Hans Von Baeyer yang merupakan panitia pelaksana Olimpiade Fisika Internasional ke-24 ini. Namun, Prof. Von Baeyer yang juga merupakan professor di tempat saya kuliah itu, tidak bisa memberikan keputusan. Keputusan bisa atau tidaknya Indonesia ikut, tergantung pada Prof. Arthur Eisenkraft yang merupakan direktur eksekutif IPhO ke-24, yang berkedudukan di New York. Hingga bulan Mei 1993, dua bulan menjelang olimpiade, keputusan masih belum dibuat.
Walau belum dapat ijin, awal Mei 1993 kami nekat mengundang lima siswa SMA hasil seleksi Fakultas MIPA Universitas Indonesia, yaitu: Oki Gunawan (SMAN 78 Jakarta), Jemmy Widjaja (SMAK 1 Jakarta), Yanto Suryono (SMAK 1 Jakarta), Nikodemus Barli (SMAN 5 Surabaya), dan Endi Sukma Dewata (SMAN 2 Kediri). Mereka datang tanpa tahu bahwa mereka belum tentu bertanding. Seandainya mereka tahu saat itu bahwa kita belum dapat ijin bertanding, mungkin mereka tidak akan pernah mau datang ke Amerika Serikat untuk dilatih. Karena dengan meninggalkan Indonesia selama dua bulan, otomatis mereka telah melepaskan kesempatan untuk mengikuti seleksi masuk universitas. Hal lain yang memberatkan adalah sebagian dari mereka harus mengeluarkan ongkos sendiri. Kami saat itu benar-benar menempatkan diri pada kondisi kritis. Segala resiko siap kami tanggung. Dalam kondisi kritis ini kami mengharap mestakung akan terjadi.
Dari segi pendanaan, kami awalnya menemui kesulitan. Awalnya kami tidak tahu harus cari dana kemana. Kami tidak mempunyai banyak uang. Uang beasiswa dari College of William and Mary hanya cukup untuk sewa tempat tinggal, makan, membayar asuransi kesehatan, dan keperluan sehari-hari. Hanya sedikit yang bisa disisihkan untuk pelatihan Olimpiade Fisika ini. Saat itu, kami memutar otak mencari pemecahannya. Dalam kondisi kritis, otak kita bekerja lebih kreatif. Di sinilah kami melihat mestakung bekerja. Melalui internet, kami menceritakan rencana kami. Ternyata, teman-teman di mailing list, baik yang sedang kuliah di Amerika, Jepang, Australia, dan Eropa tergerak untuk membantu. Roy Sembel, seorang profesor keuangan yang waktu itu masih berstatus mahasiswa, menyingsingkan lengan bajunya membantu menggalang dana lewat internet. And behold… Mestakung (seMESTA menduKUNG) terjadi. Mahasiswa Indonesia yang sedang belajar di mancanegara ini memberi sumbangan tanpa paksaan, ada yang lima dolar dan ada yang sepuluh dolar. Dan ketika terkumpul jumlahnya ternyata cukup untuk pembinaan selama 2 bulan.
Sedangkan untuk tiket keberangkatan para siswa ini, penerbit Intan Pariwara yang menerbitkan buku-buku Fisika yang saya tulis, bersedia membantu memberikan 3 tiket, dan sisa dua tiket lagi terkumpul dari orang tua murid. Orang tua Niko bahkan merelakan dana untuk kuliah anaknya dipakai dulu.
Pertandingan Pertama
Di tengah ketidakpastian apakah tim Indonesia bisa bertanding atau tidak, para siswa kita tetap sangat serius belajar. Tiap hari, dari pagi hingga jauh tengah malam, mereka mengerjakan soal-soal fisika mulai dari yang mudah hingga yang paling sulit. Dari soal fisika level SMA hingga soal fisika level perguruan tinggi. Pelatihan dilakukan setiap hari Senin—Sabtu, mulai dari jam 07.00 pagi hingga jam 23.00. Kemudian para siswa kita ini melanjutkan belajar mandiri hingga pukul 01.00 dinihari, bahkan ada yang sampai jam 03.00 dinihari. Sedangkan hari Minggu ada waktu istirahat untuk olahraga, rekreasi, dan kegiatan lainnya.
Satu bulan berlalu, pada bulan Juni 1993 kami memberanikan diri membawa para siswa kita menghadap Prof. Von Baeyer. Kami beritahu bahwa mereka sudah di sini karena mereka benar-benar ingin bertanding. Rupanya hati Prof. Von Baeyer tersentuh, ia memutuskan untuk menghubungi langsung Prof. Arthur Eisenkraft dan mestakung terjadi lagi. Indonesia diperbolehkan untuk ikut dalam Olimpiade Fisika Internasional ke-24!! Yeess!!
Berita yang sangat menggembirakan ini kian memacu para siswa kita untuk terus mempersiapkan diri sebaik-baiknya.
Ada cerita lucu dari pelatihan ini. Ketika anak-anak itu ditanya apa yang mereka keluhkan dari pelatihan ini, mereka bilang tidak ada, kecuali waktu mereka tidur dan waktu mereka keramas. Setiap kali keramas saluran air macet, ketika bangun tidur kasur mereka kotor. Tahu apa yang terjadi? Rambut mereka banyak yang rontok. Rambut rontok inilah yang mengakibatkan saluran macet dan mengotori kasur. Ada-ada saja…
Cerita lain, ketika kami memancing. Tidak satu pun dari kami yang mengetahui cara memancing. Namun ajaib, kami bisa mendapatkan lebih dari 3 ember ikan. Lucunya lagi, ketika mereka membersihkan ikan. Seumur-umur belum pernah anak-anak ini membersihkan ikan. Tahu apa yang dilakukan anak-anak ini? Mereka membersihkan ikan di bak mandi. Akibatnya, tahu sendiri… kamar mandi jadi bau amis, tubuh mereka pun bau amis. Kemudian, apa yang dilakukan anak-anak itu? Mereka terjun ke kolam renang di depan apartemen. Langsung air kolam jadi bau amis. Dan bisa dibayangkan akibatnya setelah itu… Selanjutnya, selama hampir satu minggu kami pesta ikan. Mual tapi asyik lho…. Selain memancing, mereka juga berolahraga dengan menggunakan fasilitas olahraga di sekitar College of William and Mary. Di sana mereka belajar berenang dan bermain tenis.
Akhirnya tibalah saat perlombaan. Dalam perlombaan ini para peserta diuji kemampuan, kreativitas, dan persiapannya. Kemampuan intelektual saja tanpa didukung kreativitas dan persiapan yang matang, tidak akan membuat seseorang menjadi juara Olimpiade Fisika.
Soal-soal Olimpiade Fisika terbagi dalam dua bagian: soal fisika teori dan soal fisika eksperimen. Soal-soal yang diberikan adalah soal-soal baru yang belum pernah ada di dalam buku teks atau dalam buku-buku kumpulan soal. Soal-soal ini merupakan gabungan dari berbagai konsep fisika. Hanya mereka yang mampu menggabungkan berbagai konsep inilah yang mampu menyelesaikan soal-soal dengan baik. Proses penggabungan berbagai konsep ini juga merupakan proses Mestakung.
Prosesnya sebagai berikut. Ketika kita menghadapi suatu masalah, maka yang terjadi adalah otak kita mengumpulkan semua informasi yang telah didapat sebelumnya. Otak berusaha mencari apakah data-data yang telah diperoleh sebelumnya dapat menyelesaikan masalah ini. Di sini pengalaman memegang peranan penting. Semakin banyak pengalaman kita, maka semakin mudah kita menyelesaikan masalah tersebut. Terutama jika masalah itu memiliki kemiripan dengan masalah yang pernah dialami sebelumnya.
Namun, jika masalahnya baru sama sekali, maka otak mulai berpikir untuk mencari solusi. Otak berada dalam kondisi kritis. Sel-sel otak mulai berada pada situasi mestakung. Mereka semua bekerja bersama-sama mencoba menggabungkan berbagai informasi yang sudah dimiliki untuk menghasilkan solusi. Ketika orang itu berpikir sangat keras, mestakung semakin kuat. Lalu, suatu saat hasil gabungan dari informasi yang dimiliki sel-sel otak ini memberikan solusi yang diinginkan, terjadilah pencerahan. Tiba-tiba kita mendapatkan ide cemerlang untuk menyelesaikan masalah ini.
Contohnya adalah Oki Gunawan, pada saat ujian eksperimen fisika dengan menggunakan nitrogen cair dan sekeping logam alumunium. Awalnya Oki bingung bagaimana memanaskan kembali logam yang telah menjadi dingin akibat direndam dalam nitrogen cair. Kalau dibiarkan dalam ruang terbuka tentu akan memakan waktu yang agak lama, sedangkan percobaan tersebut harus diulang-ulang dan dia kuatir tidak dapat menyelesaikan eksperimen ini dalam waktu yang telah ditentukan. Dia berpikir dan berpikir. Tiba-tiba terjadilah pencerahan. Oki mendapatkan ide untuk memanaskan logam tersebut. Yaitu …. dengan menaruhnya di ketiak! Sungguh kreatif.
Dengan ide kreatif ini, Oki berhasil meraih nilai lebih dari 85% untuk soal eksperimen dan sekitar 40% untuk soal teori, sehingga Oki berhasil meraih medali perunggu. Kami semua senang dan terharu ketika Oki menerima medali tersebut. Indonesia menempati posisi 16 dari 42 negara peserta! Luar biasa. Kini, Oki sudah menyelesaikan program Ph.D-nya di Princeton University. Indonesia juga mendapat hadiah harapan (honorable mention) atas nama Jemmy Widjaja yang berhasil menyelesaikan pendidikan S1 dan S2-nya di Universitas Tokyo, Jepang.
Pejuang Pahlawan Bangsa 1993:
1. Oki Gunawan SMAN 78 Jakarta – perunggu
2. Jemmy Widjaja SMAK BPK Penabur 1 Jakarta – honorable mention
3. Endi Sukma Dewata SMAN 2 Kediri
4. Nikodemus Barli SMAN 5 Surabaya
5. Yanto Suryono SMAK BPK Penabur 1 Jakarta
Sie Doc