Meraih Emas Olimpiade Fisika Internasional

A. Pendahuluan
Medali emas merupakan impian bagi setiap peserta atau negara yang ikut dalam Olimpiade Fisika Internasional. Impian ini dapat menjadi kenyataan dapat juga tidak, tergantung pada bakat dan kesiapan peserta. Bakat meliputi kemampuan analisa, kemampuan menyederhanakan soal-soal fisika, kemampuan mencari solusi yang unik dan tingkat intelegensi yang tinggi. Kesiapan meliputi kesiapan fisik dan mental termasuk banyaknya latihan fisika yang ia lakukan, kesiapan menghadapi stress dan kesiapan kesehatan jasmaninya. Bakat dan kesiapan ini mutlak dimiliki oleh para peserta. Tanpa bakat yang bagus tidak mungkin seorang peserta meraih emas, demikian juga tanpa kesiapan diri yang baik, tidak mungkin juga impian meraih emas ini menjadi kenyataan.
Tahun 1993 dalam OFI ke 24 di Williamsburg-Virginia-Amerika Serikat, Indonesia mempunyai 5 siswa berbakat, tetapi sayang sekali waktu itu pembinaan hanya bisa dilakukan selama 2 bulan saja. Akibatnya siswa-siswa kita tidak mampu menyelesaikan soal-soal fisika yang sangat sulit ini. Sulitnya soal olimpiade fisika ini bisa dilihat juga dari hasil ujian comprehensive (program masuk S2) tahun 1994 di William and Mary, Virginia yang menggunakan beberapa soal OFI ke-24 ini. Dari 12 calon mahasiswa program doktoral yang ikut test hanya 2 mahasiswa yang mampu menyelesaikan soal ujian komprehensif ini dengan baik, padahal ke 12 mahasiswa ini adalah mereka yang sudah mengikuti program master Fisika dan sudah terseleksi dari ratusan mahasiswa terbaik dari berbagai negara. Dalam OFI ke-24 itu Oki Gunawan yang kemudian adalah lulusan terbaik Nanyang Technological University dan sekarang sedang ambil program S3 di Princeton University hanya mampu meraih medali perunggu dalam OFI 1993. Kemudian Jemmy Widjaja (IQ 158) yang kemudian termasuk mahasiswa terbaik di Tokyo University hanya mampu meraih honorable mention di olimpiade ini.
Tahun 1994 lebih parah lagi. Waktu pembinaan hanya 1 bulan. Akibatnya Indonesia tidak memperoleh satupun medali atau honorable mention, padahal waktu itu Indonesia mempunyai siswa yang sangat bagus diantaranya : William Adjie Winoto (yang kemudian salah satu lulusan terbaik MIT/Massachusset Institute of Technology) , Catherina Widjaja (sekarang di MIT program S3), Connie (mahasiswa terbaik di Tokyo UNiversity) , Charles Pandana (lulusan terbaik di Taiwan National University sekarang di Univ Maryland ambil program S3). dan Adianto Wibisono (mahasiswa teladan Universitas Indonesia kemudian lulus cum Laude dari satu universitas di Belanda).
Tahun 1995 pembinaan dilakukan lebih lama dengan 5 bulan training jarak jauh dan 2 bulan training intensif. Hasilnya mulai terasa baik, Teguh Budimulia berhasil merasih medali perak pertama. Disamping perak, Indonesia meraih 1 perunggu dan 3 honorable mention.
Tahun 1996 – 1997 Pola pembinaan sama dan hasil yang diperoleh ternyata tidak jauh berbeda. Dalam OFI ke 27 tahun 1996, Indonesia meraih 1 perunggu dan 4 honorable mention (Wahyu nyaris dapat perak kurang 1 point, sedangkan Andi Soedibjo dan Andri Purnama nyaris perunggu masing-masing kurang 0,5 dan 1 point). Sedangkan dalam OFI ke 28 tahun 1997, Indonesia merebut 2 medali perunggu 1 honorable mention.
Tahun 1998 pembinaan dilakukan dengan pola yang sama, tetapi pembinaan 2 bulan intensif terganggu dengan adanya kerusuhan Mei 1998. Akibatnya dari 3 siswa yang kita kirim, kita hanya meraih 3 honorable mention padahal siswa yang kita kirim adalah siswa yang bagus: Boy Tanto (yang kemudian menjadi salah satu lulusan terbaik NUS, Singapore), Barlino Effendi dan Ikhsan Ramdan (keduanya kemudian termasuk lulusan terbaik NTU, Singapore).
Tahun 1999, sistem pembinaan di ubah. Training intensif dilakukan selama 7 bulan. Hasilnya mulai membaik. Indonesia untuk pertamakalinya merebut medali emas (atas nama Made Agus Wirawan). Disamping emas, Indonesia merebut 1 perak, 2 perunggu dan 1 honorable mention.
Tahun 2000 masih melakukan sistem pembinaan yang sama, Indonesia merebut 4 perunggu 1 honorable mention (Halim nyaris meraih perak hanya kurang 0.2 point). Saat itu pembinaan ditangani oleh para alumni TOFI karena sebagian pelatih TOFI sibuk mempersiapkan Indonesia sebagai tuan rumah Asian Physics Olympiad (APhO) 2000.
Tahun 2001 masih dengan sistem pembinaan yang sama, Indonesia berhasil merebut 2 medali perak dan 3 perunggu (Rezy nyaris dapat emas kurang 1 point).
Tahun 2002, waktu pembinaan diubah menjadi 1 tahun dan alat-alat eksperimen dilengkapi dan persiapan mental (mendatangkan psikolog) dilakukan dengan serius sekali. Ternyata siswa-siswa Indonesia mampu merebut 3 medali emas, 1 perak dan 1 perunggu. Peter Sahanggamu mampu meraih the best theoretical result dalam Olimpiade Fisika Asia dan meraih nilai yang sangat baik dalam olimpiade Fisika Internasional.
Dari hasil-hasil diatas terlihat sekali bahwa prestasi yang dicapai oleh para siswa Indonesia yang sudah terpilih ternyata sangat dipengaruhi oleh lamanya pembinaan. Untuk pembinaan minimal 2 bulan, minimal 1 perunggu bisa diperoleh. Untuk pembinaan 7 bulan minimal 1 perak bisa diraih dan Untuk pembinaan minimal 1 tahun, minimal kita meraih 1 emas. Mengapa dipakai kata minimal 1 perunggu, minimal 1 perak, minimal 1 emas? Ini disebabkan karena tidak semua 5 siswa yang terpilih tiap tahunnya itu adalah siswa-siswa yang luar biasa. Tiap tahun biasanya hanya 1-2 orang yang benar-benar luar biasa. Hal ini mungkin disebabkan sistem penjaringan siswa yang belum bagus. Banyak siswa yang benar-benar berbakat tidak terpilih hanya karena rangking disekolahnya bukan rangking 1 sehingga sekolah tidak mengirim dia untuk ikut test seleksi.
Made Agus Wirawan, Peter Sahanggamu, Widagdo Setiawan, Fadjar Ardian, para peraih emas ini hampir-hampir tidak terpilih karena mereka bukanlah rangking 1 dikelasnya. Peraih perak seperti Teguh Budimulia, Ferdinand, Frederick juga bukanlah juara pertama dikelasnya. Mungkin saja di berbagai daerah lain ada siswa-siswa berbakat yang tidak terpilih padahal mereka sungguh-sunggu luar biasa.
Untuk mencapai hasil maksimal (meraih 4-5 medali emas) kita harus benar-benar menseleksi para siswa sehingga 5 siswa yang terpilih adalah benar-benar siswa-siswa yang luar biasa. Waktu pembinaanpun harus diperpanjang. Penulis memperkirakan dibutuhkan waktu 4 tahun sebagai persiapan untuk mencapai hasil maksimal ini.
Dalam bagian berikut ini penulis mengusulkan strategi pembinaan jangka panjang untuk menyaring siswa-siswa dan membinanya sehingga diharapkan dapat menghasilkan hasil maksimal.
B. Strategi untuk meraih 5 emas Olimpiade Fisika
Untuk meraih 5 emas (100%) bukanlah perkara mudah. Dibutuhkan strategi yang jitu untuk mencapai target yang dapat mengharumkan nama bangsa dan negara kita ini.
Salah satu strategi yang kami pikirkan untuk mencapai target yang dapat mengharumkan nama bangsa dan negara kita adalah dengan membina siswa-siswa sejak SMP melalui center-center fisika di kabupaten-kabupaten dan di propinsi.
Dibutuhkan waktu yang lama (3 tahun 9 bulan) untuk membina siswa-siswa agar benar-benar siap bertanding di Olimpiade Fisika Internasional. Pembinaan ini akan melibatkan berbagai pihak a.l: Depdiknas, Pemda/Sponsor, Perguruan tinggi, Himpunan Fisika Indonesia, TOFI, sekolah, guru dan siswa.
Dalam pembentukan center tiap pihak yang terlibat mempunyai peran masing-masing yang sangat penting.
B1. Peran masing-masing pihak yang terkait
1. Pemerintah pusat/Depdiknas bekerjasama dengan pemda/sponsor dan TOFI membentuk center-center fisika di berbagai kabupaten. Minimal tiap kabupaten mempunyai 1 center fisika. Total center fisika diseluruh Indonesia diperkirakan: 400 buah.
2. Pemerintah pusat/Depdiknas membiayai program pelatihan para pengajar selama 2 minggu di Karawaci.
3. TOFI melatih para guru SMU, mahasiswa fisika, dan dosen-dosen fisika tentang bagaimana melatih para siswa di center fisika itu.
4. Pemda/diknas setempat membantu mencari siswa berbakat untuk ikut program pelatihan di center fisika. Tiap center fisika dapat menampung 10-200 siswa yang dianggapnya cukup berbakat (tidak berdasarkan rangking, tetapi berdasarkan keinginan siswa dan rekomendasi guru)
5. Pemda setempat memberikan beasiswa pada 2 siswa terbaik untuk masuk perguruan tinggi terbaik dalam negeri atau luar negeri.
6. Pemda/diknas setempat atau sponsor (perusahaan) membiayai center-center di daerahnya.
7. Pemda/diknas setempat aktif mempromosikan center-center ini sehingga semakin banyak siswa yang ikut dalam center ini dan semakin banyak perusahaan tertarik untuk ikut mensponsori center ini.
8. Perguruan tinggi setempat menjamin 2 siswa terbaik dari tiap center dapat masuk perguruan tingginya tanpa test.
9. Guru SMU, mahasiswa fisika dan dosen-dosen fisika didaerah setempat ikut aktif ambil bagian dalam proses pelatihan di center-center. Tentunya dengan imbalan yang memadai.
10. Himpunan Fisika Indonesia melalui jaringannya diluar negeri akan mencarikan beasiswa bagi dosen-dosen muda atau mahasiswa fisika berprestasi yang aktif terlibat dalam proses pembinaan.
B2. Sistem Pembinaan di Center Fisika
Pembinaan di center fisika dibagi dalam 4 tahap. Ke 4 tahap ini harus dilalui oleh para peserta untuk menjadi wakil Indonesia dalam Olimpiade Fisika Internasional. Tahap-tahap itu adalah:
Tahap 1 (durasi : 9 bulan, 15 Agustus – 15 Mei) – dilakukan di tingkat kabupaten: dalam tahap ini para peserta (pelajar SMP kelas I, II dan III) akan belajar dasar-dasar matematika yang dipakai untuk fisika. Pelajaran matematika SMU ditambah pedalaman sedikit kalkulus sudah cukup untuk memberi bekal siswa untuk belajar fisika dengan baik. Setiap 3 bulan diadakan test. Mereka yang lulus test bisa lanjut. ketahap berikutnya. Diharapkan 25 % dari seluruh peserta bisa lanjut ke tahap berikutnya.
Tahap 2 (durasi: 9 bulan, 1 Juni – 1 Maret)- dilakukan ditingkat kabupaten: dalam tahap ini para peserta training belajar dasar-dasar fisika. Materi bisa diberikan dari materi pelajaran SMA. Pada tiap 3 bulan diadakan test. Mereka yang lulus test bisa lanjut ke tahap berikutnya. Diharapkan 25 % siswa bisa lanjut ke tahap berikutnya.,
Tahap 3 (durasi 1,5 tahun, 15 Maret – 15 September)- dilakukan di tingkat propinsi: tahap pemantapan. Disini para peserta training akan mempelajari teknik-teknik mengerjakan fisika tingkat tinggi. Soal-soal se level buku Irodov akan dibahas. Para siswa juga diharapkan membaca banyak buku bagus se level buku Feynman Lecture sehingga mereka mempunyai pemahaman fisika yang sangat bagus. Buku-buku fisika populer dan majalah-majalah ilmiah populer diharapkan dapat menjadi bacaan mereka. Tiap 3 bulan diadakan test. Lima siswa terbaik tiap propinsi akan diikutkan dalam test nasional untuk memilih 50 siswa terbaik yang berhak mengikuti pembinaan tingkat nasional.
Tahap 4 (durasi 9 bulan, 1 oktober – 1 Juli) – dilakukan di tingkat Nasional: Disini para peserta akan mempelajari berbagai eksperimen fisika dan tehnik-tehnik menyelesaikan soal-soal olimpiade fisika. Segala strategi untuk menghadapi olimpiade fisika asia maupun dunia dibahas dalam bab ini. Tiap bulan diadakan test. 4 bulan menjelang keberangkatan dipilih 20 siswa terbaik.. 30 siswa disalurkan ke universitas-universitas terbaik di Indonesia. 20 siswa terbaik dicarikan beasiswa untuk kuliah di berbagai universitas di luar negeri.
B3. Tentang Center Fisika
Ada dua jenis center fisika: tingkat kabupaten dan tingkat propinsi.
Center Fisika Kabupaten beroperasi untuk melaksanakan tahap 1 dan tahap 2. Sedangkan Center Fisika Propinsi beroperasi untuk melaksanakan tahap 3.
B3.1. Center Fisika Kabupaten (kerjasama dengan pemda/diknas setempat)
Siswa belajar 2 kali seminggu masing-masing 2 jam. Jam belajarnya diadakan diluar jam sekolah. Siswa tidak perlu menginap di center.
Beberapa hal yang harus diperhatikan oleh Center Fisika Kabupaten adalah:
1. Jam operasi:
a. Senin sampai Jumat:
i. 15.00 – 17.00
ii. 17.00 – 19.00
b. Sabtu:
i. 08.00 – 10.00
ii. 10.00 – 12.00
iii. 13.00 – 15.00
iv. 15.00 – 17.00
2. Para siswa belajar 1 minggu sebanyak 2 kali. Jam diatur oleh pemda setempat disesuaikan dengan kegiatan siswa lainnya.
3. Tiap kelas maksimal 10 siswa.
4. Kebutuhan pengajar (guru SMU, mahasiswa fisika) disesuaikan dengan jumlah murid. Tiap guru bisa mengajar 70 murid (7 kelas masing-masing 4 jam per minggu)
5. Sebelum mengajar, guru-guru ditraining dulu selama 2 minggu di TOFI.
6. Tempat belajar: di ruang sekolah atau tempat yang disediakan sponsor
7. Peserta tidak dikenakan biaya
8. Seluruh biaya (salary guru/dosen, tenaga administrasi dsb) ditanggung oleh sponsor/pemda.
9. Salary pengajar harus menarik.
B3.2. Center Fisika Propinsi (kerjasama dengan Perguruan tinggi dan pemda/diknas setempat)
1. Jam operasi:
a. Senin sampai Jumat:
i. 15.00 – 17.00
ii. 17.00 – 19.00
b. Sabtu:
i. 08.00 – 10.00
ii. 10.00 – 12.00
iii. 13.00 – 15.00
iv. 15.00 – 17.00
2. Para siswa belajar 1 minggu sebanyak 2 kali. Jam diatur oleh pemda setempat disesuaikan dengan kegiatan siswa lainnya.
3. Tiap kelas maksimal 10 siswa.
4. Kebutuhan pengajar (dosen muda atau dosen yang mau full time) disesuaikan dengan jumlah murid. Tiap dosen bisa mengajar 70 murid (7 kelas masing-masing 4 jam per minggu)
5. Tempat belajar: di perguruan tinggi tempat yang disediakan sponsor
6. Pengajar harus ditraining dulu di TOFI selama 2 minggu.
7. Peserta tidak dikenakan biaya
8. Seluruh biaya (salary guru/dosen, tenaga administrasi dsb) ditanggung oleh sponsor/pemda.
9. Para pengajar (dosen muda) ini akan diberi insentif berupa rekomendasi dari HFI untuk melanjutkan study di luar negeri.
C. Proyek Percontohan
Tidak mungkin membuat center secara serempak di seluruh Indonesia sekaligus. Untuk itu perlu dibuat dulu proyek percontohan.
Secara detil langkah-langkah yang dapat dilakukan adalah sebagai berikut:
1. Pemerintah pusat/Depdiknas memilih 5 daerah sebagai pusat percontohan misalnya: Jakarta, Bandung, Yogyakarta, Surabaya dan Denpasar.
2. Pemda/diknas setempat memilih 1 lokasi untuk training misalnya SMUN 8 Jakarta, SMUN 3 Bandung, SMUN 3 Yogyakarta, SMUN 5 Surabaya dan SMUN 4 Denpasar
3. Pemda/diknas setempat memilih 2 guru fisika terbaik di daerahnya dan mengirim namanya ke Pemerintah Pusat/Depdiknas.
4. Pemerintah Pusat/Depdiknas mengirim guru-guru fisika terbaik ini (10 orang untuk 5 daerah) ke TOFI untuk di training selama 2 minggu.
5. TOFI mentraining para guru ini tentang cara pengajaran materi dengan cara yang mudah dan menyenangkan.
6. Pemda/diknas setempat memilih 70 pelajar terbaik (SMP kelas 1, 2 dan 3) untuk ditraining secara intensif.
7. Guru fisika mengajar materi training sesuai jadwal yang diberikan. Dan memberikan evaluasi serta laporan secara berkala (tiap 3 bulan) pada pemda/diknas setempat.
8. Setelah melewati tahap 1, pemerintah pusat/Depdiknas dapat mereview apakah ini akan dilangsungkan terus atau tidak.
D. Kesimpulan
Untuk mengangkat harum nama bangsa dan negara Indonesia melalui olimpiade fisika dibutuhkan langkah-langkah yang harus didukung oleh semua pihak. Depdiknas, Perguruan tinggi, pemda, HFI, TOFI, guru dan siswa mempunyai peran masing-masing yang sangat penting.
Pendirian center fisika adalah sesuatu yang harus dilaksanakan segera sebagai langkah untuk meraih 5 emas dalam olimpiade fisika internasional. Proyek percontohan dapat dibuat untuk 5 daerah dulu.
Jikalau pendirian center ini berjalan lancar insya Allah mulai pada tahun 2006 Indonesia akan meraih 5 emas setiap tahunnya dan nama Indonesia akan semakin harum di mata internasional sebagai pemilik sumber daya manusia yang handal. (***)
(Yohanes Surya)