Show More
Menu
Image
Prof. Yohanes Surya, Ph.D.

APhOIJSOIPhOKelas SuperTOFIWoPhO

Cincin Saturnus : Antara Misteri dan Kontroversi

January 2, 2023
By Admin
0 Comments
Post Image

“Kau berkata cincin ini berbahaya, bahkan jauh lebih berbahaya dari yang kukira. Di sisi mana?”

“Di segala sisi. Cincin itu kekuatannya lebih besar dari pada yang berani kupikirkan, begitu kuatnya sehingga pada akhirnya dapat benar-benar menguasai siapapun yang menjadi pemiliknya”

~ Frodo dan Gandalf, The Lord of the Rings~

 

Kisah cincin misterius bukanlah hal baru dalam filsafat umat manusia. Sejak ribuan tahun  lalu, cincin adalah lambang kekuasaan. Plato dalam karyanya, The Republic,  yang menginspirasi The Lord of the Rings menceritakan tentang seorang gembala Gyges yang akhirnya buta terhadap kekuasaan setelah menemukan sebuah cincin. Akan tetapi, perburuan cincin ternyata bukan hanya monopoli para ksatria dalam negeri dongeng. Para ilmuwan rupanya juga tertarik menerjunkan diri dalam sebuah misi mengungkap rahasia cincin paling fenomenal se tata surya, cincin Saturnus.

Cincin Paling Berkilau di Tata Surya

“ Benarkah Saturnus telah menelan anak-anaknya?”, pertanyaan ini menghantui Galileo  ketika ia melihat dengan teleskopnya bahwa Saturnus memiliki ”telinga”, yang akhirnya menghilang dua tahun kemudian. Menurut legenda, Saturnus adalah dewa jahat yang tega menelan anak-anaknya sendiri. Hanya satu putranya, Jupiter, yang berhasil lolos. Tahun 1655, Christian Huygens menyadari  “telinga” yang dimaksud Galileo sebenarnya sebuah cincin. Bahkan, cincin itulah yang membuat Saturnus bersinar lebih terang. Giovanni Cassini terobsesi dengan cincin ini sehingga setiap malam ia “nongkrong” di observatorium Paris untuk mengungkap rahasianya. Astronom Italia ini menemukan bahwa cincin Saturnus tidaklah padat, tetapi terdiri dari berbagai bongkahan es bercampur debu, strukturnya berlapis-lapis, dengan sebuah celah yang besar. Atas dedikasinya, Cassini diabadikan menjadi nama wahana angkasa yang kelak akan menjelajahi planet bercincin tersebut.

Polemik Peluncuran Cassini-Huygens

Kecantikan cincin saturnus terus menjadi buah bibir selama berabad-abad. Tak heran di era penjelajahan angkasa, cincin saturnus menjadi target perburuan. Sejak tahun 1979 hingga 1981, tiga “fotografer” telah diutus untuk memotret Saturnus dan cincinnya. Dimulai dari Pioneer 11, disusul Voyager 1 dan Voyager 2.

Pada tahun 1982 tiga agensi luar angkasa ternama bersepakat merancang wahana khusus yang diberi nama Cassini-Huygens untuk mengunjungi Saturnus. Tak kurang dari 17 negara berkontribusi dalam misi besar ini. NASA dari Amerika merancang pengorbit Cassini, ESA mewakili Eropa menyediakan penjelajah Huygens, sementara ASI, dari Italia yang membuat antena berkapasitas tinggi, radar altimeter dan radiometer.

Persiapan proyek ambisius ini memakan waktu hingga 15 tahun!. Padahal bukan kompetensi yang menjadi masalahnya. Kontroversi dimulai tahun 1987 ketika astronot Sally Ride mengklaim bahwa proyek ini merupakan misi tunggal NASA. Di sisi lain, pihak ESA yang merasa tidak diperlakukan sebagai partner setara mengancam akan menarik diri. NASA kalang kabut membenahi kesalahpahaman ini. Apalagi setelah rivalnya, Uni Soviet, mulai melakukan manuver untuk mengambil hati ESA.

10 tahun berlalu, Cassini belum juga siap terbang. Kongres Amerika mulai keberatan soal dana. Selama dua tahun, NASA berjuang meyakinkan para wakil rakyat tersebut agar tidak menghentikan proyek ini ditengah jalan, terutama setelah semua investasi yang diberikan ESA dalam kurun waktu sepanjang ini. Kegagalan proyek ini disinyalir dapat mengancam kerjasama dengan negara-negara Eropa dibidang lainnya. Akhirnya kongres setuju untuk melanjutkan, bahkan menambah suntikan dananya.

Keputusan ini kontan menyulut protes keras dari banyak kelompok masyarakat. Bagaimana tidak? Eksplorasi super mahal ini menelan biaya 3,26 triliun dolar. Amerika menutupi 80% dari seluruh biaya. Belum lagi resikonya bagi lingkungan. Biasanya NASA menggunakan energi matahari dalam setiap proyeknya. Namun, karena jarak Saturnus terlalu jauh dari matahari, maka 32,7 Kg plutonium-238 menjadi alternatif yang lebih menarik. Dunia langsung gempar. Demonstrasi aktivis lingkungan hidup terjadi dimana-mana. Michio Kaku berkoar-koar bahwa angin bisa saja menyebarkan radiasi plutonium dan akhirnya melumpuhkan sentra perekonomian Florida. Ilmuwan kelahiran Jepang ini tentu tidak berlebihan mengingat hanya dibutuhkan beberapa gram Plutonium untuk meluluhlantakkan Hiroshima dan Nagasaki.

Anjing menggongong kafilah berlalu. Demikianlah prinsip para ilmuwan ambisius perancang Cassini-Huygens. Bulan oktober 1997, ratusan demostran menyerbu arena peluncuran. Bentrokan terjadi, para demonstran merobohkan garis batas dan melempari para petugas. Pasukan angkatan udara turun tangan meringkus mereka, puluhan aktivis ditahan, sementara Cassini-Huygens tetap berangkat dengan tenang.

Perjalanan Panjang Memburu Cincin

Sejak melambaikan ucapan selamat tinggal pada bumi, butuh rentang waktu hingga 7 tahun lamanya bagi Cassini-Huygens untuk mencapai orbit Saturnus. Tantangan pertama adalah gaya gravitasi matahari yang menyulitkannya keluar dari perbatasan lingkaran planet dalam. Untuk menyiasatinya, Cassini harus memutar arah selama setahun mengelilingi Venus dengan lintasan elips, kemudian kembali melintasi bumi dengan cara yang sama agar dapat memanfaatkan momentum gaya dorong dari gravitasi kedua planet tersebut. 5 bulan kemudian, Cassini mengorbit asteroid Masursky selama 7 jam, dan melesat keluar menuju Jupiter.

Bahkan sebelum mencapai tujuannya, Cassini-Huygens telah berjasa banyak. “Hobi” fotografinya menghasilkan puluhan ribu foto berwarna Jupiter dan satelit-satelit Saturnus yang dijumpainya seperti  Methone, Pallene Polydeuces , Anthe , Aegaeon, Phoebe dan bahkan Daphnis, bulan yang bersembunyi dibalik celah keeler di cincin Saturnus. Cassini-Huygens juga membantu ilmuwan menguji teori relativitas Einstein.

Tanggal 1 juli 2004, Cassini-Huygens resmi memproklamirkan dirinya sebagai wahana pertama yang mengorbit Saturnus. Dari sana, ia meluncur ke Titan. Penjelajah Huygens dilepaskan dan berhasil mendarat dengan selamat. Tahun 2007, setelah mengorbit Iapetus, Cassini sempat “mati suri” dihantam radiasi kosmik. Untunglah semua data berhasil diselamatkan. Sampai hari ini Cassini masih bermain-main disekitar Saturnus, mengamati distribusi partikel cincinnya, mengirim berbagai gelombang untuk meneliti strukturnya, mengitari satelit Enceladus, memotret danau Titan dan mengamati angin topan Saturnus.

Cincin Saturnus dan Rahasia Tata surya

Kebingungan Galileo 400 tahun yang lalu terjawab sudah. “Telinga” Saturnus tidak menghilang. Cincin bercahaya itu baru terlihat jika posisi bumi ada segaris diantara matahari dan Saturnus. Posisi “spotlight” ini dinamakan “ specular”, dari bahasa latin yang artinya cermin. Bulan Agustus 2006, Cassini tepat berada diantara matahari dan Saturnus sehingga kamera spectometernya berhasil memotret cincin yang bersinar cemerlang.

Rentang cincin dimulai dari lapisan D, berjarak 6.700 Km dari awan Saturnus , hingga lapisan E, yang berjarak 480.000 Km. Cincin ini terdiri dari 7 lapisan yaitu  D, C, B, A, F, G dan E. Antara A dan B terdapat celah Cassini. Celah Keeler berada antar antara A dan F. Struktur cincin yang rumit ini sukses menyembunyikan beberapa satelit Saturnus seperti Daphnis dan Pan di celah Keeler. Pan ditemukan oleh Dr. Mark Showalter setelah ilmuwan eksentrik itu menghabiskan waktu 9 tahun mencari keberadaannya !

Namun bukan hanya keindahan dan struktur uniknya yang menarik perhatian para ilmuwan. Cincin Saturnus sesungguhnya memendam rahasia tata surya. Para ilmuwan meyakini bahwa Saturnus dan cincinnya ini merupakan model dari gas dan debu yang mengelilingi matahari purba, sebelum membentuk planet-planet. Asal-usul cincin pun masih misterius. Entah hasil tabrakan komet dengan Saturnus, atau tabrakan salah satu satelit dengan asteroidnya.

Takdir Hidup Sang Penjelajah

Tahun 2008, Cassini menerima limpahan dana segar untuk memperpanjang misinya hingga tahun 2017 dengan nama baru, Cassini Solstice Missions. Namun, para ilmuwan rupanya tidak menghendaki kepulangannya karena itu akan menelan biaya yang lebih besar dari pada memberangkatkannya. Setelah rahasia cincin Saturnus tersingkap, kini para ilmuwan pun sibuk mendiskusikan jalan yang paling mudah dan murah untuk “menyingkirkannya”.

Akhir hidup yang mengenaskan rupanya telah digariskan oleh para penciptanya. Tak kurang dari 9 cara telah direncanakan untuk “membunuh” Cassini. Dua diantaranya adalah dengan menabrakkannya pada satelit es yang dingin, atau menjatuhkannya pada salah satu bongkahan cincin Saturnus. Tentunya sebelum “tewas”, Cassini masih harus memotret dan mengirimkan foto-foto berharganya.

Boleh disimpulkan penelitian ini bukanlah soal cincin Saturnus semata, tetapi telah berkembang dari rasa ingin tahu menuju konflik kepentingan dalam perang dingin, kerjasama politik antar negara, menyulut berbagai kontroversi hingga pada akhirnya menerbitkan harapan untuk menyingkap rahasia kelahiran tata surya….

Sumber:

http://www.solarviews.com

William J.Broad “Saturn Mission’s Use of Plutonium Fuel Provokes Warnings of Danger”, The New York Times, 1997.

Daniel Sorid “Activists Stand their Ground, Even As Cassini Sails Safely Away“. Space.com, 1999

 

Leave a reply